• Copyright © melayupedia.com
    All Right Reserved.
    By : MPC

    Skema Travel Bubble di Kepri, WNA Wajib Dikarantina Selama 7 Hari

    Batam Kepri (Dok. iteba.ac.id)

    BATAM, MELAYUPEDIA.COM – Travel Bubble yang diberlakukan di Kota Batam dan Bintan Kepulauan Riau (Kepri) untuk meningkatkan wisata mancanegara, ternyata menarik perhatian warga Singapura.

    Ada kemudahan saat warga Singapura datang ke Batam dan Bintan, yakni tidak perlu melakukan karantina. Namun harus melewati dua titik kedatangan, yakni Pelabuhan Nongsapura di Batam dan Pelabuhan Bandar Bentan Telani di Bintan.

    Wisatawan juga harus sudah divaksinasi penuh dan wajib tinggal di Singapura setidaknya 14 hari sebelum mereka bepergian ke Batam dan Bintan.

    BACA JUGA:

    Ini Persiapan Bandara Hang Nadim Batam Sambut Travel Bubble

    Dukung Travel Bubble, Pertamina Pastikan Avtur Pesawat Aman 

    Siapkan Travel Bubble, Kekebalan Tubuh Warga Batam akan Disurvey ?

    Wisatawan dari Singapura harus menunjukkan hasil negatif tes PCR yang diambil maksimal 3x24 jam sebelum keberangkatan dari Singapura.

    Mereka akan kembali dites setibanya di Indonesia. Sebelum itu, mereka wajib mereservasi akomodasi di tempat tujuan, baik di Nongsa Batam maupun Lagoi Bintan.

    Mereka hanya diizinkan beraktivitas di dua zona travel bubble tersebut, setelah hasil tes PCR yang diambil di titik kedatangan menunjukkan hasil negatif.

    Sementara, pemerintah Singapura mewajibkan mereka yang kembali ke negaranya, untuk karantina mandiri (SHN) selama tujuh hari di rumah.

    Dikutip dari Strait Times, Rabu (26/1/2022), Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong mengatakan pada Selasa, 25 Januari 2022, bahwa mereka akan mendiskusikan dengan Indonesia tentang cara membuat travel bubble baru untuk warganya ke Bintan dan Batam agar menjadi dua arah. Ia berharap pembahasan itu tidak akan berlangsung lama.

    Meski begitu, kebijakan tersebut tidak menurunkan minat warga dari Singapura untuk berkunjung ke Batam dan Bintan. Sejumlah operator feri yang menjalankan rute perjalanan ke dua kawasan itu mulai dibanjiri pertanyaan sejak Senin, 24 Januari 2022.

    Chua Choon Leng, general manager Batam Fast Ferry yang akan mengoperasikan perjalanan dalam skema travel bubble ke Batam, mengatakan ia menerima 30 panggilan dari pelancong yang berminat.

    Pihaknya berencana memulai trip sejak Jumat, pekan ini. Saat ini, ia baru menjadwalkan satu trip per dua hari, tetapi rencananya akan ditambah menjadi per hari atau dua kali per hari dari Singapura ke Batam.

    "Beberapa orang tak peduli dengan SHN karena mereka hanya ingin bepergian. Di dalam Nongsa ada lima resor, tiga lapangan golf, dan tepi pantai yang indah. Bukan tempat yang buruk untuk menghabiskan tiga empat hari di sana," ujarnya.

    Mereka yang tertarik bepergian lebih mengkhawatirkan soal biaya tes COVID-19 yang diperlukan, untuk memasuki Indonesia dan Singapura. Ia memperkirakan biayanya bisa mencapai 300 dolar Singapura Rp3,2 juta bolak-balik. 

    Ia juga memperingatkan harga tiket feri akan meningkat mengingat ada tambahan biaya untuk membayar tempat tinggal pekerja yang berkegiatan dalam payung skema travel bubble di Batam. Belum lagi tes Covid-19 yang harus dilakukan rutin untuk para pekerja yang bertugas.

    Sementara, juru bicara operator feri lainnya, Sindo Ferry berharap disertakan dalam skema travel bubble. Ia mengaku teleponnya tidak berhenti berbunyi dari calon wisatawan yang berminat untuk mengikuti skema bubble.

    "Sebelumnya, Nongsa dan Lagoi selalu menjadi destinasi tujuan bagi para pemain golf dan pecinta resor," ujar perempuan itu.

    "Namun, kami pikir orang-orang mungkin masih wait-and-see setelah skema itu diluncurkan," ia menambahkan.Sementara itu, pihak Nongsa Resort mengklaim wisatawan dari Singapura yang ingin ke Batam terdiri dari mereka yang ingin bermain golf dan yang ingin bepergian tanpa menggunakan pesawat. Nongsa Resort diketahui mengoperasikan beberapa akomodasi, seperti Turi Beach Resort, Nongsa Point Marina and Resort, dan Tamarin Santana Golf Club.

    Direktur Operasional Mike Wiluan mengatakan mereka yang mengirimkan pertanyaan sejauh ini didominasi yang ingin tinggal di resor dalam durasi panjang. Hal ini karena mereka bisa bekerja jarak jauh. Mereka juga merasa lebih aman menumpang feri ketimbang menggunakan pesawat untuk bepergian.

    Meski begitu, dosen pariwisata di Politeknik Ngee Ann, Michael Chiam menyebut permintaan wisatawan akan terbatas. Pasalnya, travel bubble hanya didasarkan pada kesepakatan unilateral dan pelancong kemungkinan menganggap skema itu mahal dan tidak nyaman terkait aturan karantina dan tes Covid-19.