Kisah Sentadu Gunung Laut vs Fakta Terbentuk Ombak Bono Sungai Kampar
BATAM, MELAYUPEDIA.COM - Ombak Bono di Sungai Kampar memang sudah mendunia. Pengalaman peselancar terbaik negeri ini, hingga peselancar internasional yang terkagum-kagum dengan Ombak Bono, mampu memberikan kebanggaan tersendiri bagi warga di Provinsi Riau.
Namun, di balik kehebatan ombak yang mampu mencapai panjang 200 meter hingga 2 kilometer mengikuti lebar sungai, terdapat kisah mistis di dalamnya.
BACA JUGA:
Makam Tua Tanpa Nama di Bengkalis, Dikelilingi Peninggalan Barang Antik
Dilarang Sentuh Barang Bersejarah di Museum Sang Nila Utama Riau, Jika Melanggar..
Kokohnya Kelenteng Hoo Ann Kiong Yang Berusia 150 Tahun
Menurut kisah Sentadu Laut yang merupakan cerita masyarakat Melayu lama, ombak bono adalah perwujudan tujuh hantu, yang sering menghancurkan sampan atau kapal yang melintasi Sungai Kampar.
Tujuh hantu tersebut berwujud tujuh jenis gulungan ombak, mulai dari gulungan ombak terbesar di bagian depan, dan diikuti enam gulungan ombak di belakangnya, dengan tinggi ombak lebih kecil.
Ombak besar sangat ditakuti oleh masyarakat. Sehingga, pada zaman dahulu, untuk melewatinya harus diadakan Semah, yakni semacam upacara di pagi atau siang hari.
Upacara tersebut dipimpin tetua adat, agar mereka selamat saat berhadapan dengan Ombak Bono.
Masih dalam kisah Sentadu Laut, konon ceritanya ombak bono juga dijadikan uji nyali bagi pendekar Melayu pesisir untuk meningkatkan keahlian bertarung mereka.
Fakta Tujuh Hantu Ombak Bono
Meski terdapat cerita mistis, namun menurut penelitian lingkungan pesisir dari Balai Penelitian dan Pengembangan Kelautan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), menyebut Ombak Bono tersebut, karena adanya pertemuan tiga arus di mulut muara, yaitu dari Sungai Kampar, Selat Malaka, dan Laut China Selatan.
Gelombang dari Selat Malaka dan Laut China Selatan akan menerobos ke muara sungai. Saat melewati celah yang makin menyempit dan dangkal dari DAS Kampar, arus akan semakin cepat dan terjadi benturan besar, karena bertemu aliran sungai.
Benturan air tersebut menyebabkan terjadinya turbulensi dan menghasilkan ombak besar setinggi 4-5 meter, mirip gelombang tsunami disertai dentuman keras.
Gelombang bono memiliki kecenderungan destruktif karena menyebabkan erosi di wilayah sempadan Sungai Kampar.
Nah, air yang melimpah ke daratan tak jarang merendam pemukiman warga hingga setinggi satu meter. Bukan itu saja, gelombang besar Bono memang mampu menyebabkan perahu nelayan terbalik.