Tali Lawe, Adat Berbalas Pantun dan Berikan Uang Tebusan dari Pengantin
BATAM, MELAYUPEDIA.COM - Rombongan pengantin laki-laki yang sampai di pintu kediaman pengantin perempuan, langsung ditaburi beras bersih.
Namun, sebelum masuk, rombongan di hadang dengan kain panjang.
Untuk membuka kain penghadang, pihak pengantin laki-laki harus memberi semacam hadiah.
Seperti itulah tradisi pernikahan adat Melayu Kepulauan Riau (Kepri).
Uniknya, adat ini juga dilakukan dengan cara berpantun. Jika pihak pengantin perempuan sudah sepakat, baru kain penghadang dibuka dan pengantin laki-laki boleh masuk ke rumah pengantin perempuan untuk disandingkan.
Dalam adat istiadat pernikahan di Lingga, inilah yang dinamakan adat Tali Lawe.
Setelah arak-arakan pengantin laki-laki untuk bersanding sampai di rumah pengantin perempuan, kemudian disambut dengan silat pengantin. Setelah itu, pengantin laki-laki dihadang dengan tali lawe.
Pakai Kain Cindai Khas Melayu
Tali lawe merupakan kain panjang, yang direntangkan oleh dua orang untuk menghalangi jalannya pengantin laki-laki.
Pada masa lalu, kain yang digunakan adalah kain cindai. Tali lawe yang menghadang pengantin laki-laki perlu dibuka, agar tidak menghalangi jalannya pengantin laki-laki.
Nah, untuk membuka Tali Lawe, biasanya terlebih dahulu, dengan memberi tebusan uang tertentu untuk Mak Inang.
Untuk menyingkirkan tali lawe, diadakan berbalas pantun antara perwakilan pihak pengantin laki-laki dan perempuan.
Pantun-pantun berisikan permintaan, untuk membuka tali lawe dan permintaan pihak pengantin laki-laki yang meminta uang tebusan.
Setelah pihak pengantin laki-laki menyerahkan uang, tali lawe segera di buka dan pengantin laki-laki selanjutnya dapat berjalan menuju ke pelaminan.
Konon, adat ini dahulu hanya dijalankan di Kerajaan Lingga. Namun, semakin berkembang pesatnya adat istiadat Kepulauan Riau, hingga kini Tali Lawe dilaksanakan oleh masyarakat dari berbagai kalangan.