Keramat Siantan, Makam yang Nisannya Hilang Secara Misterius
BATAM, MELAYUPEDIA.COM - Keramat Siantan, mungkin tidak terlalu dikenal di Kepulauan Riau (Kepri).
Makam ini berlokasi di Desa Teluk Siantan, Pulau Siantan Kepri. Konon, lokasi ini merupakan kuburan Nakhoda Alang dan kuburan para Lanun Gunung Kute, yang tewas sewaktu merampok di laut.
Keramat Siantan kini menjadi salah satu destinasi wisata religi dan budaya, di Desa Teluk Siantan Kabupaten Kepulauan Anambas Kepri.
Namun, simpang siur kisah munculnya Keramat Siantan pun, membuat lahirnya versi cerita beragam.
Salah satunya kisah yang mengatakan, pulau yang kini terdapat makam keramat itu dulunya merupakan kapal yang karam, kemudian berubah menjadi pulau. Jika diperhatikan dengan seksama, kawasan pemakaman itu menyerupai bentuk kapal.
Dalam buku ‘Percikan Sejarah Riau’ yang bersumber dari Kitab Silsilah Melayu Bugis, karangan Raja Ali Haji (Pengarang Gurindam Dua Belas), terdapat cerita mengenai Nahkoda Alang.
Dari cerita rakyat, pada masa pemerintahan Datuk Kaye Dewa Perkase, ada seorang kepala Lanun yang menjadi tangan kanannya, bernama Nakhoda Alang.
Ia adalah Panglima Kerajaan Johor, yang berkhianat kepada sultan. Yakni dengan cara bersekutu dengan lanun-lanun Laut Cina Selatan.
Saat pengkhianatannya diketahui oleh sultan , ia melarikan diri mengikuti lanun-lanun Laut Cina Selatan, yang menyerang pantai Negeri Johor, tetapi dapat dikalahkan oleh Laksamana Johor.
Maka sejak saat itu, Nakhoda Alang mengikuti terus lanun itu ke Gunung Kute dan menetap di sana.
Oleh Datuk Kaye Dewa Perkase, Ia diangkat menjadi salah seorang kepala atau panglima. Dia memimpin lanun-lanun itu, untuk mengadakan aksi perampokan selanjutnya.
Sementara itu, pihak Kerajaan Johor telah mempersiapkan diri, untuk mengadakan penumpasan terhadap lanun-lanun yang telah bersekutu dengan Nakhoda Alang.
Untuk itu, Sultan Johor meminta bantuan kepada Opu-opu Lima Bersaudara yang berasal dari Bugis, yaitu, Daeng Malewa, Daeng Penambun, Daeng Perani, Daeng Kemas, dan Daeng Mampawa.
Opu-opu Lima Bersaudara itu bertugas menyerahkan lanun-lanun yang ditangkap, ke Daeng Malewa.
Lalu, mereka bertemu dengan pasukan Kerajaan Johor yang dipimpin oleh Daeng Malewa. Hingga terjadilah pertempuran, antara lanun-lanun Laut Cina Selatan dengan pasukan Kerajaan Johor di bawah pimpinan Daeng Malewa.
Dalam pertempuran itu, Nakhoda Alang tewas. Akhirnya para lanun itu melarikan diri membawa pulang mayat Nakhoda Alang.
Sewaktu mengetahui Nakhoda Alang tewas oleh pasukan Kerajaan Johor, bukan main sedihnya Datuk Kaye Dewa Perkase.
Datuk Kaye lalu memerintahkan kepada para pengikutnya, untuk membuat kubur Nakhoda Alang lebih besar dari pada kuburan lanun – lanun lainnya. Kuburannya juga harus dimuliakan.
Menurut kebiasaan para lanun itu, apabila ada di antara mereka yang meninggal dalam melakukan aksinya (merampok), maka mayatnya harus dibawa pulang.
Dan juga dikuburkan berbeda dari orang-orang yang mati secara biasanya, yakni di Pulau Keramat Siantan, yang kita kenal hingga sekarang.
Kuburan Terbesar Bertembok Batu Karang
Kisah di atas terbilang sama dengan fakta, bahwa makam yang ada di Keramat Siantan. Pasalnya, di antara sekian banyak kuburan di sana, hanya sebuah kuburan saja yang dianggap keramat.
Yaitu, kuburan yang paling besar dari pada kuburan yang lainnya. Kuburannya bertembok dengan batu karang setinggi lebih kurang 70 cm.
Rumornya, dahulu kala makam tersebut juga memiliki papan nisan nama, namun hilang secara gaib entah kemana.
Karena rumor itulah, aura mistis kian kental dan semakin dikeramatkan oleh masyarakat setempat.
Terlepas dari benar atau tidaknya sejarah Keramat Siantan ini, kini Keramat Siantan menjadi cagar budaya di Anambas.