Benteng Bukit Kursi, Pertahanan Kerajaan Melayu Riau dari Kolonial Belanda
BATAM, MELAYUPEDIA.COM - Pada tahun 1857, kondisi Kerajaan Melayu Riau-Lingga sudah tidak stabil, karena campur tangan Belanda dalam pemerintahan.
Sehingga, pusat kerajaan Melayu Riau-Lingga pun dipindahkan dari Daik ke Penyengat.
Pemindahan pusat kekuasaan ke Penyengat, tentu tidak terlepas dari posisi geografisnya di jalur perdagangan.
Oleh sebab itu, dibutuhkan strategi pertahanan yang cukup kuat untuk menghadapi musuh yang ingin menguasai Pulau Penyengat.
Konon, pendirian benteng di Pulau Penyengat merupakan salah satu strategi pertahanan, yang dibuat oleh Raja Haji Fisablillah.
Benteng Bukit Kursi dibangun dalam waktu sekitar 2 tahun lamanya, atau pada kisaran tahun 1782 sampai dengan 1784 Masehi.
Bangunan ini merupakan salah satu benteng yang dianggap sebagai sarana pertahanan utama.
Karena menghadap ke tapak dermaga lama, maupun tapak dermaga Sultan.
80 Unit Meriam
Benteng Bukit Kursi berada di sebuah bukit di Pulau Penyengat Tanjungpinang Kepri dan merupakan benteng pertahanan, yang memiliki denah segi empat, yang terbuat dari susunan pasangan batu bauksit .
Benteng ini berukuran sekitar 92,38 m x 74,73 m (6903,55 m²), menjadikan area benteng ini sangat luas.
Serta memungkinkan ditempatkannya pasukan, dalam jumlah cukup besar.
Benteng ini dikeliling parit sedalam 3 meter. Di dalamnya berfungsi sebagai mesin perang, karena Benteng Bukit Kursi dilengkapi dengan meriam yang berjumlah 80 buah.
Meriam tersebut ternyata didatangkan langsung dari Eropa. Dan ditempatkan di semua bastion.
Yakni bastion sisi barat daya, barat laut, dan timur laut, bastion sisi tenggara dan bagian tengah dinding utara.
Berkat Benteng Bukit Kursi ini, istana dan bangunan kerajaan lainnya, bisa terhindar dari serangan musuh dalam waktu yang cukup lama.
Bahkan, pernah tercatat dalam sejarah perjuangan Kerajaan Melayu Riau, benteng ini mampu menjadi perisai yang tangguh guna menghalau penjajah Belanda yang akan memasuki Pulau Penyengat.
Butuh strategi yang matang dan waktu yang cukup lama bagi Pemerintah Kolonial Belanda, menguasai basis kerajaan dan benteng pertahanan tersebut.
Kini, di atas Benteng Bukit Kursi ini, masih ada beberapa peninggalan meriam kuno tersebut.
Tetapi, jumlah meriam yang terdapat di bukit tersebut jauh berkurang dari jumlah semula.
Faktanya, sebagian meriam-meriam tersebut oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda, dijual ke Singapura dengan harga yang cukup murah sebagai barang rongsokan.
Sementara itu, sebagian lainnya hilang karena kurangnya pemeliharaan dan perawatan dari pemerintah daerah setempat.
Tak jauh dari Benteng Bukit Kursi, terdapat sebuah bangunan, yang pada zaman dahulu dipergunakan untuk menyimpan bubuk mesiu.
Oleh masyarakat setempat, bangunan ini dinamakan Gedung Obat Bedil (gudang mesiu).
Keberadaan gudang mesiu ini erat kaitannya dengan Benteng Bukit Kursi.
Ketika pertempuran sedang berkecamuk, gudang ini menjadi penyuplai mesiu untuk senjata meriam guna menghalau musuh.
Gedung Obat Bedil hingga sekarang masih berdiri kokoh, walau telah berusia cukup lama.