• Copyright © melayupedia.com
    All Right Reserved.
    By : MPC

    Gurindam 12 Pasal 1, Mengingatkan akan Pentingnya Nilai Agama

    Gurindam 12 (IST)

    Batam, Melayupedia.com - Gurindam Dua Belas (Jawi: ڬوريندام دوا بلس), merupakan gurindam, salah satu puisi Melayu lama, hasil karya Raja Ali Haji.

    Raja Ali Haji merupakan seorang sastrawan dan Pahlawan Nasional dari Pulau Penyengat, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).

    Gurindam ini ditulis dan diselesaikan di Pulau Penyengat, pada tanggal 23 Rajab 1264 Hijriyah atau 1847 Masehi, pada saat Raja Ali Haji berusia 38 tahun.

    Karya ini terdiri dari 12 Fasal dan dikategorikan sebagai Syi'r al-Irsyadi atau puisi didaktik, karena berisikan nasihat dan petunjuk menuju hidup yang diridai oleh Allah SWT.

    Selain itu,ada juga pelajaran dasar Ilmu Tasawuf tentang mengenal ‘yang empat’, yaitu syari'at, tarekat, hakikat, dan makrifat.

    Gurindam 12 tersebut diterbitkan pada tahun 1854, dalam Tijdschrft van het Bataviaasch Genootschap No. II, Batavia, dengan huruf Arab dan diterjemahkan dalam Bahasa Belanda oleh Elisa Netscher.[

     

    Gurindam 12 Pasal 1

    Barang siapa tiada memegang agama,
    Sekali-kali tiada boleh dibilangkan nama.

    Barang siapa mengenal yang empat,
    Maka ia itulah orang yang ma’rifat

    Barang siapa mengenal Allah,
    Suruh dan tegahnya tiada ia menyalah.

    Barang siapa mengenal diri,
    Maka telah mengenal akan Tuhan yang bahri.

    Barang siapa mengenal dunia,
    Tahulah ia barang yang teperdaya.

    Barang siapa mengenal akhirat,
    Tahulah ia dunia mudarat.


    Makna Pasal 1 pada Gurindam 12 yaitu, memberi nasihat tentang agama (religius). Seperti dalam bait ‘Barang siapa tiada memegang agama, Sekali-kali tiada boleh dibilang nama’.

    Maksudnya adalah setiap manusia harus memiliki agama, karena agama sangat penting bagi kehidupan manusia, orang yang tidak mempunyai agama akan buta arah menjalankan hidupnya.

    Ada juga bait ‘Barang siapa mengenal yang empat. Maka yaitulah orang yang ma’rifat’. Maksudnya, untuk mencapai kesempurnaan di dalam menjalani hidup, manusia harus mengenal empat zat yang menjadikan manusia mula-mula. Sempat zat tersebut tersebut, yaitu syari’at, tarikat, hakikat dan makrifat.

    Lalu di bait ‘Barang siapa mengenal Allah SWT, Suruh dan tegaknya tiada ia menyalah,’.
    Yang berarti, orang yang mengenal Allah SWT, harus melakukan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, tidak akan melanggar aturannya

    Ada juga bait ‘Barang siapa mengenal diri, Maka telah mengenal akan Tuhan yang bahri,’. Yaitu orang yang tidak beragama, tidak akan memiliki identitas diri dan tidak akan dekat dengan Allah SWT.

    Makna bait ‘Barang siapa mengenal dunia, Tahulah ia barang yang terpedaya,’. Di mana yang berarti, kita dapat mengetahui kebesaran Allah SWT lewat manusia, makhluk ciptaan-Nya yang paling sempurna.

    Manusia yang berorientasi pada kebahagiaan atau hanya mencari kebahagiaan di dunia saja, sebenarnya ia akan tertipu dan menyadarinya bahwa di dunia itu hanya sesaat

    Yang terakhir, ‘Barang siapa mengenal akhirat, Tahulah ia dunia mudharat,’ yang berarti, di dunia ini kita hanya hidup sesaat, setelah kita wafat setiap manusia akan dimintakan pertanggung jawabannya di akhirat nanti.