Mitos Dam Duriangkang di Batam, Hunian Etnis Tionghoa dan Buaya Putih
BATAM, MELAYUPEDIA.COM - Duriangkang adalah nama sebuah dam atau waduk di Kota Batam Kepulauan Riau (Kepri).
Dam ini merupakan yang terbesar dari 6 dam di Pulau Batam. Luas air DAM Duriangkang adalah 23,4 kilometer persegi, sedikit lebih besar dari Rawa Pening di Jawa Tengah (Jateng), sehingga tak sedikit yang menyebutnya danau.
BACA JUGA:
Uji Nyalimu Bermalam di Marina City Batam
Tanjung Uma, Kampung Tua di Antara Leppu dan Kubur
Bukit Kerang Kawal Darat, Jejak Kehidupan Manusia Purba
Satu hal yang unik, Dam Duriangkang ini dibangun dengan cara membendung laut. Jadi Dam Duriangkang yang sekarang, berair tawar aslinya adalah Teluk Duriangkang yang berair asin.
Asal nama Duriangkang sendiri menurut legend, berasal dari kata ‘Duri’ dan ‘Angkang’. Konon, zaman dahulu kala ada seorang Daeng asal Sulawesi Selatan (Sulsel), yang berlayar sampai ke Kepri.
Ketika berada di perairan sekitar Batam, kapal Sang Daeng diterjang badai. Oleh Daeng, kapal diperintahkan berlindung ke sebuah teluk.
Malangnya, di teluk tersebut kapal malah terjebak oleh duri-duri di dalam air yang membuat kapal tak bisa bergerak.
Sang kapten pun memerintahkan anak buahnya, ‘Duri, angkang (angkat)!’. Dari kata itulah, kemudian muncul istilah Duriangkang yang kelak menjadi nama Dam tersebut.
Teluk duriangkang kini sudah tak asin lagi. Air lautnya sudah berubah menjadi air tawar, dan menjadi sumber air minum utama warga kota Batam.
Konon, dahulu Dam ini merupakan pemukiman padat menduduk, yang mayoritas merupakan etnis Tionghoa.
Sekitar tahun 1965 kawasan ini terkena bencana alam air bah, sehingga melululantakkan semua yang ada di kawasan ini.
Setelahnya, kawasan ini pun berubah menjadi DAM. Ternyata, disini terdapat mitos bahwa Dam dihuni oleh buaya putih.
Ada beberapa saksi mata yang melihat langsung penampakan buaya putih ini, sehingga masyarakat percaya bahwa DAM Duriangkang berpenghuni tak kasat mata.