Bukit Kerang Kawal Darat, Jejak Kehidupan Manusia Purba
BATAM, MELAYUPEDIA.COM - Di Indonesia, banyak sekali wisata sejarah yang tak kalah menarik untuk dikunjungi. Senada dengan wisata alamnya, yang selalu dirindukan setiap yang datang.
Nah, jika sedang menikmati pantai eksotik nan biru di Pulau Bintan, tak ada salahnya jika melipir sejenak menikmati wisata sejarah di Bukit Kerang Kawal Darat.
BACA JUGA:
Wisata Religi ke Makam Nongsa Berkain Kuning di Batam
Sembahyang Kubur, Tradisi 3 Doa dengan Teh Arak Khas Lingga
Dibangun Tahun 1961, Megahnya Masjid Nurul Iman Kijang Sekarang
Lokasi wisata Bukit Kerang ini, berada di Jalan Raya Kawal, Toapaya Asri, Kabupaten Bintan, di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).
Di Indonesia, kamu hanya bisa menemukan bukit kerang di Aceh, Sumatera Utara, Sulawesi, dan tentu saja di Pulau Bintan.
Bukit Kerang ini memiliki tinggi sekitar 12 meter. Hampir semuanya berisi cangkang kerang, yang sudah mengeras atau membatu.
Berdasarkan penelitian, Bukit Kerang ini ada karena aktifitas manusia prasejarah, yang mengkonsumsi makanan seperti kerang laut.
Oleh karena itu, Bukit Kerang ini telah menjadi cagar budaya, karena di Indonesia hanya ada sedikit bukti peninggalan zaman manusia prasejarah.
Saat pertama kali sampai di tempat itu, kamu akan menemukan semacam gundukan setinggi empat meter.
Sementara dimensinya 18 x 24 meter. Sekilas dilihat, gundukan itu tampak tidak lebih dari sebuah gundukan biasa.
Namun ternyata, gundukan itu bukanlah tanah, melainkan susunan kulit kerang yang menumpuk menjadi bukit.
Gundukan kerang ini terdiri dari beberapa lapisan. Lapisan paling atas adalah kulit kerang bercampur humus.
Di bawahnya adalah lapisan kerang, disusul lapisan kerang bercampur lumpur. Lapisan paling akhir adalah lapisan kerang.
Peninggalan 300 Masehi
Bukit Kerang Kawal Darat merupakan jejak kehidupan prasejarah di Bintan. Tampak jelas sisa aktivitas manusia masa lalu di daerah pesisir.
Melalui periodisasi berdasarkan data artefaktual yang ditemukan hingga saat ini, maka situs ini masuk dalam periode akhir neolitik awal.
Aktivitasnya paling tidak telah berlangsung sekitar 1686 tahun yang lalu, atau sekitar 300 Masehi.
Di masa tersebut, manusia yang hidup di tempat itu mengonsumsi moluska, hewan berbadan lunak, sering bercangkang keras, seperti kerang, sebagai bahan makanan.
Ditemukan pula sisa-sisa peralatan yang digunakan pada masa itu.
Dari hasil penelitian, diketahui para penduduk lawas itu menggunakan peralatan berbahan batu, tanah liat, cangkang kerang dan tulang.
Cara hidup dan model peralatan tersebut memiliki persamaan, dengan sebaran situs bukit kerang di Sumatera Utara dan Nangroe Aceh Darussalam.
Alat yang ditemukan di situs ini adalah alat cungkil berbahan tulang (spatula), alat dari cangkang kerang, ekofak molusca (stromboidae), ekofak moluska (arcidae), dan batu pukul.