Sembahyang Kubur, Tradisi 3 Doa dengan Teh Arak Khas Lingga
BATAM, MELAYUPEDIA.COM - Kabupaten Lingga di Kepulauan Riau (Kepri), adalah negeri Melayu yang sejak ratusan tahun lalu di masa kejayaan Kerajaan Riau-Lingga, sudah menjalin hubungan dagang dan buruh dengan negeri Tiongkok.
Tak heran, jika nenek moyang orang Tionghoa beserta tradisinya masih melekat di negeri dengan julukan Bunda Tanah Melayu ini.
BACA JUGA:
Meriahnya Lomba Pacu Kolek Peninggalan Kesultanan Riau Abad ke-17
Upacara Mandi Sampat, Pakai Air 7 Sumur dari 7 Kampung di Kepri
Dibangun Tahun 1961, Megahnya Masjid Nurul Iman Kijang Sekarang
Di balik tradisi tersebut, ada beberapa tradisi yang bisa dijadikan referensi wisata adat jika berkunjung ke sini, salah satunya tentang tradisi Cin Ming atau sembahyang kubur.
Toleransi yang sangat tertanam kuat di kehidupan masyarakat Lingga sejak dulu, dapat dibuktikan dengan makam China yang diketahui sudah ada sejak abad 18 bahkan sebelumnya.
Dalam pelaksanaan sembahyang kubur, Dabo Singkep, Lingga menjadi tujuan dari berbagai etnis Tionghoa dari penjuru dunia. Seperti Hongkong, China bahkan Amerika.
Selain makam Marga Campuran, terdapat makam leluhur atau makam tertua dua marga besar di dunia, yakni Marga Pang dan Marga Cong. Ini menjadi alasan lain Dabo Singkep akan dipenuhi keturunannya saat tradisi sembahyang kubur.
Makanan Leluhur dan Tabur Kertas Doa
Tradisi Cin Ming atau sembahyang kubur di Kepri (Dok. kumparan.com)
Ibadah ini dinilai wajib untuk semua ahli waris leluhur, yang telah tiada. Meski menurut Halim tidak ada sanksi jelas.
Tapi berbagai hal yang tidak diharapkan bisa saja datang, karena tidak mengirimkan doa dan penghormatan kepada leluhur.
Tradisi ini dilaksanakan umumnya pada pagi hari, dengan menyajikan berbagai sajian makanan yang diperuntukan bagi leluhur mereka.
Acara ini diikuti seluruh etnis Tionghoa yang hadir dari berbagai marga yang telah bersiap untuk melaksanakan sembahyang.
Dimulai dari memakai selendang lambang kemegahan, menghidupkan dupa dan juga ada yang menaburkan kertas doa di atas tanah makam.
Kemudian dilanjutkan dengan prosesi meminta izin tuan tanah, atau diyakini sebagai arwah penunggu kuburan.
Doa-doa pun mulai dipanjatkan dengan dipimpin oleh seorang pemandu doa. Setelah itu, baru masuk ke acara inti sembahyang di makam leluhur.
3 Doa dengan Selingan Teh Arak
Tradisi Cin Ming atau sembahyang kubur di Kepri (Dok. kumparan.com)
Ada tiga doa yang dikirimkan dalam prosesi sembahyang kubur. Setiap doa tersebut diselingi dengan menuangkan teh atau arak kedalam cangkir yang sudah disediakan di depan makam.
Doa pertama ditujukan untuk kedamaian, keamanan dan kebaikan Indonesia. Kemudian setelah diselingi menuang teh atau arak, doa kedua ditujukan untuk kebaikan orang-orang yang memberikan sumbangsih terhadap yayasan dan tradisi sembahyang kubur.
Sedangkan doa ketiga dikhususkan untuk keamanan dan kedamaian kota Dabo Singkep dan sekitarnya agar terhindar dari marabahaya dan hal buruk lainnya.
Setelah memanjatkan doa, dupa sembahyang yang dipegang jemaah ditancapkan di tanah sekitaran makam.
Nyatanya, ibadah sembahyang kubur ini tidak saja ritual-ritual semata. Momen ini bisa menjadi ajang kumpul keluarga dan marga yang bertemu saat sembahyang maupun saat jamuan makan.
Ritual sembahyang kubur Cin Ming ini juga terdapat aneka atribut prosesi sembahyang. Mulai dari aneka makanan sesembahan dan enam ekor babi yang terpajang didepan makam.
Faktanya, semua atribut tersebut merupakan sumbangan yang diberikan orang-orang secara pribadi sebagai bentuk solidaritas karena prosesi tersebut ditujukan untuk leluhur secara keseluruhan.
Namun, saat ini, hewan Babi yang layak untuk ibadah, saat ini mulai sulit didapati di Lingga, khususnya Dabo Singkep.
Panitia harus memesan bahkan membeli sejak masih anak dan dipelihara, yang memang dipersiapkan khusus untuk agenda tertentu seperti saat sembahyang kubur ini.
Harganya pun cukup fantastis, seekor babi dengan berat 60-70 Kg bisa dihargai sekitar Rp 3 juta. Bahkan, untuk acara makan, sengaja dipesan daging babi dari Batam yang sudah disterilkan.