• Copyright © melayupedia.com
    All Right Reserved.
    By : MPC

    Pulau Subi, Jepang dan Perang Dunia Kedua

    Pulau Subi Tempo Dulu (Dok. barakata.com)

    BATAM, MELAYUPEDIA.COM - Pada 77 tahun silam, tentara Jepang tunggang-langgang ketika pesawat-pesawat Belanda, saat melepaskan bom dari atas Pulau Subi, Kepulauan Riau (Kepri).

    Bom dengan daya ledak tinggi itu pun, ikut meluluhlantakkan sebagian besar daratan, termasuk lapangan udara yang dibangun tentara Jepang.

    Kejadian ini merupakan bagian dari sejarah yang sering diceritakan masyarakat Kabupaten Natuna Kepri, kepada generasi muda dan para pendatang yang mengunjungi Pulau Subi.

    Pulau yang terdiri dari Pulau Subi Besar dan Subi Kecil itu, menjadi saksi atas kekalahan Jepang dalam perang dunia II.

    Di masa pendudukan Jepang di Indonesia, Pulau Subi merupakan salah satu pusat pertahanan udara Jepang di Indonesia, khususnya di bagian utara. 

    Sementara, Tarempa menjadi pusat kekuatan Jepang untuk korps marinir dan pasukan Jutai.

    Berdasarkan catatan sejarah dan bukti-bukti peninggalan yang ada, pulau yang kini menjadi Kecamatan Subi, bagian dari Kabupaten Natuna.

    Pau ini menjadi salah satu pulau incaran pemerintah Jepang di Indonesia, yang dianggap strategis karena berhadapan langsung dengan Laut China Selatan.

    Saat bekas Kewedanan Pulau Tujuh masih berstatus District, Pulau Subi dimasukkan dalam satu wilayah dengan Onderdistrict Serasan yang dikepalai seorang Amir (camat).

     

    Landasan Udara Jepang

    Landasan udara yang dibangun penjajahan Jepang kala itu (Dok. IST)

    Sekitar 24 tahun pasca-penyerangan pasukan Belanda ke tentara Jepang di Pulau Subi tersebut, ada satu peristiwa yang mengagetkan dunia internasional. 

    Catatan peristiwa ini sendiri tersimpan di arsip nasional di Jakarta.

    Sebuah kapal asing dengan nama Pathol Salam, pecah di depan Pulau Subi, 13 Desember 1966 silam sekitar pukul 13.00.

    Kapal yang belum diketahui pemiliknya itu, pecah dihantam gelombang. Setelah 9 jam bertahan di laut, kapal itu akhirnya dapat ditarik mendekat ke Pulau Subi.

    Di Pulau Subi, Jepang mendirikan lapangan terbang sekitar tahun 1942, sebagai salah satu pertahanan udara di Natuna.

    Pembangunan ini mengerahkan tenaga rakyat alias kerja paksa/rodi.

    Saat ini, sisa-sisa peninggalan lapangan udara tersebut telah menjadi hutan rimba, dengan menyisakan tiang-tiang besi tual.

    Lapangan udara dan kawasan sekitar bekas peninggalan penjajahan Jepang di Subi, menjadi salah satu aset TNI Angkatan Udara Republik Indonesia.

    Tanah seluas 241.673 meter persegi tersebut menjadi tanah negara, dan masuk dalam area perawatan Lanud Ranai.