Lenggak-Lenggok Tarian Ayam Sudur Khas Natuna Nan Indah
BATAM, MELAYUPEDIA.COM - Ragam tarian tradisional Kepulauan Riau, tak ada habisnya untuk dikupas, salah satunya Tarian Ayam Sudur.
Ayam Sudur sendiri adalah salah satu kesenian tradisional masyarakat Melayu di Kota Ranai, Kabupaten Natuna Kepulauan Riau (Kepri), yang hingga kini masih ditemui keberadaannya. Kesenian ini berbentuk tarian diiringi dengan gendang dan nyanyian.
Jumlah penari kesenian ini sebanyak 21 orang, yang terdiri dari 6 orang penari perempuan dan 15 orang penari laki-laki.
BACA JUGA :
Tradisi Haul Jamak Melayu Lingga, Kenang Arwah Leluhur Dengan Doa
Mengenal Tradisi Nyuloh, Berburu Hasil Laut Natuna di Malam Hari
Hati-Hati, Jangan Sembarangan Berburu Keramik Kuno di Bawah Laut Pantai Teluk Buton
Ternyata, penari laki-laki berjumlah lebih banyak, karena mengandung filosofi penari laki-laki dapat melindungi penari perempuan.
Penari perempuan merupakan penari utama, yang berada paling depan. Sedangkan penari laki-laki posisinya berada di belakang penari perempuan.
Penari laki-laki tidak selamanya berada di belakang, tetapi bisa sejajar dengan penari perempuan sesuai dengan lagu yang dilantunkan.
Dan, jika semua penari berbaris sejajar, biasanya penari perempuan berada di tengah barisan, penari laki-laki berada di kiri, dan di kanan penari perempuan supaya kelihatannya tampak lebih rapi.
Asal Muasal Ayam Sudur
Tarian Ayam Sudur khas Natuna Kepri (Dok.disbud.kepripov.go.id)
Ada dua versi cerita turun temurun, tentang asal mula Kesenian Ayam Sudur. Versi pertama, Kesenian Ayam Sudur berasal dari Riau, yang dibawa oleh pak Awang pada tahun 1968.
Pak Awang adalah orang Melayu asli dari Pulau Tiga, Kecamatan Bunguran Barat-Natuna yang pada waktu itu sering berkunjung ke Riau.
Setelah beberapa kali Pak Awang pergi ke Riau, dia pulang dan mengadakan pertunjukan kesenian Ayam Sudur di desa tempat kelahirannya yaitu Pulau Tiga.
Pada awal pertunjukan kesenian ayam sudur di pulau itu , penampilannya masih sangat sederhana, baik segi pakaian maupun lain-lain, sehingga masyarakat kurang berminat untuk menyaksikannya.
Tetapi setelah beberapa kali pak Awang menampilkannya, kesenian ini mulai hidup dan disenangi oleh masyarakat setempat, seperti di pesta pernikahan.
Sedangkan versi kedua mengatakan, Kesenian Ayam Sudur berasal dari Pulau Kalimantan, yang dibawa oleh Pak Rasyid pada tahun 1969 ke kota Ranai.
Pak Rasyid merupakan orang Melayu asli dari Kalimantan, yang sering berkunjung ke Ranai pada masa itu, untuk menemui sahabat atau kerabatnya.
Melihat kota Ranai di malam hari cukup sepi, maka timbullah keinginan Pak Rasyid untuk membawa sebuah kesenian dari daerah asalnya yang diberi nama Ayam Sudur.
Mengenai jumlah penari, gerakan dan kostum yang digunakan oleh Pak Rasyid dalam kesenian ini, tidak ada perbedaan dengan yang digunakan oleh Pak Awang.
Perbedaaan hanya terdapat pada lagu yang dinyanyikan pada saat menari. Pak Rasyid memakai lagu, di antaranya Awan Mendung, Cahaya Naran dan Cinta Hampa.
Sedangkan Pak Awang menggunakan lagu-lagu bernuansa Islam seperti Bismillah, Shalatullah, dan Ya Rabbana.
Dimainkan Tanpa Panggung
Tarian Ayam Sudur khas Natuna Kepri (Dok.disbud.kepripov.go.id)
Kesenian Ayam Sudur biasanya dimainkan di tempat terbuka di atas tanah, tidak menggunakan panggung yang khusus, dan bisa dimainkan di siang hari, sore, maupun malam hari.
Dalam pementasan kesenian ayam sudur, digunakan 4 unit gendang berbentuk bulat, seperti gendang yang dimainkan dalam kesenian hadrah. Gendang ini terbuat dari kayu yang ditutupi dengan kulit kambing, yang sudah dikeringkan.
Faktanya, penggunaan kulit kambing selain memudahkan dalam pemasangannya, juga menghasilkan suara yang lebih nyaring jika dibandingkan dengan kulit lainnya seperti kulit sapi.
Sajian Ayam sudur sendiri ternyata memiliki banyak kesamaan dengan Hadrah. Perbedaannya adalah gerakan tari Ayam Sudur lebih banyak berdiri.
Ayam Sudur juga dimainkan pada berbagai kegiatan masyarakat seperti pernikahan, khitanan dengan pementasan lengkap tari dan musik, namun tidak digunakan untuk penyambutan tamu.