Kisah Engku Patimah dan Demang Megat, Cinta Bersemi di Pulau Bunguran
BATAM, MELAYUPEDIA.COM - Dari banyaknya pulau di Kabupaten Natuna Kepulauan Riau (Kepri), ada banyak cerita turun-temurun maupun catatan sejarah yang ada.
Salah satunya tentang nama Pulau Bunguran, Ibu Kota Kabupaten Natuna saat ini.
Pulau ini tak hanya mengandalkan pantai dan laut biru, sebagai titik wisata. Terdapat juga gunung di pulau ini, yakni Gunung Ranai.
Ternyata, ada sejarah yang tersirat di Pulau Bunguran Natuna Kepri.
Setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis, Putra Sultan Mahmud Syah I yaitu Sultan Allaudin Riayat Syah mendirikan Kerajaan Johor pada tahun 1530-1564 M, yang merupakan kelanjutan dari Kerajaan Malaka.
Di masa pemerintahan Sultan Allaudin Riayat Syah, Datuk Kaya diangkat sebagai wakilnya di Pulau Serindit, yakni yang kini dikenal dengan Pulau Bunguran.
Pada masa Pemerintahan Sultan Allauddin Riayat Syah III (1597-1655 M) memerintah di Johor, menurut kisahnya Sultan Johor ini mempunyai seorang Putri yang bernama Engku Patimah.
Buang Putrinya
Patimah sejak kecil mengidap sakit lumpuh dan tidak dapat berjalan. Oleh karena sultan merasa malu, maka Sultan mengambil keputusan untuk membuang putrinya itu.
Secara diam-diam ia menyiapkan rencana untuk membuang sang putri, kelengkapan keberangkatan yaitu 7 buah Pejajap (perahu) dengan segala perlengkapannya.
Termasuk pengawal serta Inang dayangnya, yang ke semuanya berjumlah 40 orang.
Setelah persiapan rampung, maka Engku Patimah kemudian pergi dari kerajaan dengan dibekali sebuah mahkota.
Setelah berhari – hari mengarungi taut tanpa tujuan, akhirnya Engku Patimah terdampar di Kukup atau yang kini disebut Pulau Pasir.
Dan dari sini, mereka masuk ke Sungai Segeram dan berlabuh dekat suatu perkampungan.
Mendengar seorang putri kerajaan sampai ke wilayahnya, Datuk Kaya Indra Pahlawan pun menyambut kedatangan rombongan putri Engku Patimah tersebut.
Dan akhirnya Datuk Kaya juga menyerahkan kekuasaannya kepada sang putri, supaya bisa dibangun pemerintahan atau kerajaan yang baru.
Bertemu Dengan Demang Megat
Sekitar tahun 1610 Masehi, ada seorang perjaka bernama Demang Megat, yang asal usulnya tidak diketahui.
Namun, berdasarkan cerita turun temurun, Demang Megat ditemukan hanyut ternawa arus Sungai Segeram.
Di mana, rakitnya tersangut di sela-sela kayu batang Laning, dan akhirnya ditemukan oleh rombongan Engku Patimah.
Dalam cerita juga disebutkan jika Demang Megat beragama Buddha, lalu kemudian di Islamkan oleh para pengikut Engku Patimah.
Dan kemudian, dia dinikahkan dengan sang putri raja yang lumpuh.
Dalam pernikahan itu, Demang Megat diberi gelar 'Orang Kaya Serindit Dina Mahkota'.
Yang artinya, lelaki yang menikahi putri Engku Patimah, yang merasa dirinya hina dina karena cacat dan lumpuh, serta dibuang oleh ayahandanya sendiri dan dibekali sebuah mahkota.
Maka, setelah menikah dengan putri Engku Patimah, Demang Megat juga ikut memerintah Pulau Serindit.
Dia pun mendirikan tempat tinggal terbaik untuk istrinya menggunakan kayu Bungur.
Mahligai inilah yang kemudian menginspirasi, untuk mengubah nama Pulau Serindit menjadi Pulau Bunguran.