Nikah Yes Punya Anak OK
Oleh: Raja Dachroni
GERAKAN feminis Radikal Korea Selatan (Korsel) saat ini gencar menyuarakan gerakan 4 B atau 4 No yakni no pacaran, no kencan/seks, no nikah, dan no punya anak.
Tulisan ini merupakan kekhawatiran penulis gerakan serupa juga muncul di Indonesia. Maklum, suka atau tidak film-film Korea cukup disukai remaja dan putra-putri kita.
Semoga saja apa yang dipahami oleh gerakan feminis Korea itu tidak menjangkiti anak-anak muda Indonesia.
Pandangan kita tentu berbeda, terlepas dari persoalan HAM dan lain sebagainya, pandangan gerakan 4 No ini ibarat virus. Harus diantisipasi sebelum menyebar.
Bagaimana caranya? Karena ini gerakan yang mempropagandakan 4 No, maka harus dilawan juga dengan propaganda pentingnya pernikahan dan bagaimana menjalankan kehidupan pasca pernikahan.
Pikiran Sesat
Cara berpikir gerakan feminis Korsel yang tidak mau menikah dan tidak mau memiliki keturunan tentu tidak sejalan dengan fitrah manusia yang diciptakan untuk beranak-pinak menjalankan aktifitas di muka bumi.
Kerepotan menjadi seorang istri, kelelahan mengasuh anak bagi seorang wanita juga menjadi alasan utama gerakan ini muncul.
Padahal, mereka lahir dari hubungan seksual dan diasuh serta dididik oleh kedua orangtuanya tapi menjadi naif tiba-tiba mereka menolak untuk jadi seorang istri dan ibu.
Penulis melihat dan kuat kemungkinan gerakan ini muncul karena efek didikan kedua orangtuanya. Pengalaman pahit keluarganya yang disharmonis, merasa diabaikan menjadi penyebab individu-individu ini muncul dan tumbuh subur di Korea Selatan.
Tentu pikiran dan tindakan ini sesat utamanya di Indonesia yang memegang teguh Pancasila sebagai pandangan hidupnya. Percaya terhadap Tuhan YME.
Bahwa setiap kita percaya pada Tuhan dan menjalankan norma-normanya. Kalau saya yang muslim ya pedoman hidup saya adalah Alquran.
Dalam Alquran QS An-Nuur: 32, "Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan juga orang-orang yang layak (me-nikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya), Maha Mengetahui.”
Rasulullah juga berkata menikah adalah sunnahku. Barangsiapa yang enggan melaksanakan sunnahku, maka ia bukan dari golonganku. Menikahlah kalian! Karena sesungguhnya aku berbangga dengan banyaknya jumlah kalian di hadapan seluruh ummat. Barangsiapa memiliki kemampuan (untuk menikah), maka menikahlah. Dan barangsiapa yang belum mampu, hendaklah ia berpuasa karena puasa itu adalah perisai baginya (dari berbagai syahwat). (HR. Ibnu Majah).
Merencanakan Pernikahan dan Belajar Pola Pengasuhan Anak
Tidak bisa kita pungkiri, di Indonesia juga saat ini persoalan pernikahan begitu komplek dan rumit. Trend angka perceraian terus naik, trend pernikahan dini akibat hubungan intim di luar nikah juga begitu memprihatinkan secara statistik.
Lalu apa yang harus dilakukan. Ini PR bagi orangtua dan negara. Orangtua atau keluarga perlu mengajarkan dan mendidik anaknya tentang pendidikan seks dan pengasuhan yang baik kepada anak-anaknya.
Karena orientasi pernikahan itu jelas sebagai ibadah melahirkan dan mendidik anak-anak agar menjadi soleh-solehah, baik budi pekertinya sehingga suatu saat kelak menjadi investasi terbaik di dunia dan akhirat bagi kedua orangtuanya.
Sementara, negara menurut hemat penulis punya peran penting untuk menanamkan kurikulum ketahanan keluarga dan pendidikan seks yang benar sejak dini. Bisa berkolaborasi dengan Kementerian Agama.
Kita boleh saja bangga dengan pembangunan infrastruktur yang dicanangkan negara saat ini, tapi apalah artinya jika manusia nya nggak ada karena generasi kita tertanam pemikiran gerakan feminis Korsel yang penulis ungkapkan di muka.
Kita harus punya taqline sendiri untuk mengantisipasi gerakan ini, Nikah Yes Punya Anak Ok. Semoga kita punya pemahaman yang sama dan berupaya semaksimal mungkin untuk mengantisipasi gerakan pemikiran yang bertentangan dengan fitrah manusia. Semoga!
Penulis adalah Koordinator Forum Ayah Tanjungpinang (FAT)