• Copyright © melayupedia.com
    All Right Reserved.
    By : MPC

    Tradisi Malam Tujuh Likur Warnai Bulan Ramadan di Kepri

    Meriahnya malam tujuh likur di Kepulauan Riau (Kepri) saat bulan Ramadan (Dok. terkininews.com)

    BATAM, MELAYUPEDIA.COM - Indonesia kaya akan tradisi. Seperti di Kepulauan Riau (Kepri), ada satu tradisi di bulan Ramadan yakni tradisi Malam Tujuh Likur. Yang merupakan tradisi masyarakat, yang telah berlangsung sangat lama dan terus lestari sampai kini.

    Tujuh Likur adalah tradisi memasang lampu pelita, yakni lampu dengan bahan bakar minyak, di perkarangan rumah dan menghias jalan-jalan.

    BACA JUGA :

    Benteng Bukit Cening, Benteng Perlindungan Kesultanan Lingga dari Belanda

    Enam Istana Kesultanan Melayu yang Pernah Berdiri di Daik Lingga

    Pulau Dompak Tanjungpinang, Tempat Bersembunyi Para Perompak ?

    Biasanya, tradisi ini dimulai pada malam ke-21 di bulan Ramadan. Masyarakat menandainya dengan satu buah lampu pelita. Warga juga menyebutnya malam selikur atau satu likur.

    Hal itu terus berlanjut hingga malam penghujung bulan Ramadhan. Yakni, dengan menambah lampu pelita sesuai bilangannya.

    Yang paling istimewa ketika masuk malam ke-27, yakni malam ganjil. Satu dari malam-malam ganjil yang paling istimewa di bulan suci Ramadhan.

    Tidak hanya diperkarangan rumah, ribuan lampu-lampu pelita bakal menghiasi bahu jalan. Ditambah karya-karya pintu gerbang, dengan motif dan corak islami.

    Gubah-gubah masjid, bulan-bintang, kaligrafi berpadu-padan dengan lampu warna-warni yang apik, kian menunjukkan megahnya pemandangan di jalan-jalan.

    Pembuatan pintu gerbang tersebut, biasanya dilakukan oleh para pemuda daerah atau kampung setempat. Mereka membuatnya secara bergotong royong secara suka rela.

    Mulai dari pengambilan bahan-bahan material berupa kayu, papan, bahan buat pelita, dan lain-lain dalam jumlah yang banyak.

    Hal itu tergantung besar kecilnya pintu gerbang, yang akan dibuat untuk perayaan malam 7 likur.

    Setelah pembuatan pintu gerbang selesai pada satu harri sebelum Malam Tujuh Likur, warga akan menggelar doa selamat dan berbuka bersama-sama.

    Kegiatan tersebut digelar di sekitar pintu gerbang, sembari menikmati hidangan kue, dan dilanjutkan dengan pemasangan lampu pelita secara bersama-sama.

    Dahulu, sekitar tahun 1970-an, masyarakat memanfaatkan bahan-bahan bekas seadanya untuk membuat pintu gerbang.

    Bahkan, lampu yang digunakan menggunakan lampu minyak tanah. Kini, gerbang-gerbang warna-warni sudah menggunakan bahan modern, seperti triplek, terpal hingga lampu penerangan listrik.