Benteng Bukit Cening, Benteng Perlindungan Kesultanan Lingga dari Belanda
BATAM, MELAYUPEDIA.COM – Peninggalan benda-benda bersejarah dari masa kerajaan, menjadi salah satu bukti histori suatu daerah di masa lalu.
Begitu juga di Desa Seranggung Kecamatan Lingga Kabupaten Lingga Kepulauan Riau (Kepri), ada salah satu benteng yang dikenal sebagai petilasan Kesultanan Lingga, yaitu Benteng Bukit Cening.
BACA JUGA :
Desa Belibak Anambas, Pulaunya Pangeran Brunei Darussalam Abad ke-17
Belajar Toleransi Antaragama dari Klenteng Sun Te Kong di Tanjungpinang
Banyan Tree Temple, Klenteng Ratusan Tahun Berselimut Akar Pohon
Benteng yang kini ditetapkan menjadi cagar budaya tersebut, sudah ada sejak masa pemerintahan Sultan Mahmud Syah III. Di mana Sultan Mahmud Syah III memerintah Kesultanan Lingga periode tahun 1761 -1812.
Konon, benteng ini dibangun demi menambah pertahanan pemerintah di zamannya. Benteng beton seluas 32 x 30 meter, tinggi 1-1,5 meter dan tebal 4 meter tersebut, menjadi benteng pertahanan dari serangan musuh.
Benteng yang dikelilingi parit pertahanan, merupakan pertahanan kedua setelah Pulau Mepar dan Benteng Kuala Daik. Namun ukuran Benteng Bukit Cening ini, lebih besar dibandingkan benteng pertahanan lainnya.
Saat itu, benteng ini sangat berfungsi untuk menghalai para Kolonial Belanda, yang ingin masuk dan menjajah Kesultanan Lingga di masanya.
Benteng Bukit Cening berada di ketinggian sekitar 100 meter di bawah permukaan laut (mdpl), dan menghadap ke arah laut Pulau Kelombok.
Posisi Benteng Bukit Cening berhadapan dengan pesisir pantai. Namanya pun disematkan, sesuai dengan lokasi di perbukitan dan menghadap ke laut.
Ada banyak peninggalan barang-barang bersejarah di sana, seperti 19 unit meriam berukuran besar dan kecil. Masing-masing meriam diletakkan di atas batu beton, dengan susunan yang rapi dan berjejer.
Dari 19 meriam yang ada tersebut, tentu saja memiliki keunikan tersendiri. Terutama yakni meriam yang paling besar di benteng tersebut.
Meriam Tupai Beradu, itu lah meriam terbesar dari 19 meriam yang ada di Benteng Bukit Cening. Panjangnya 2,8 meter dengan diameter 12 cm. Dalam penuturan warga, meriam ini diapit oleh meriam Mahkota Raja.
Meriam Tupai Beradu juga dikenal sebagai meriam penghancur. Mungkin, sebutan meriam penghancur muncul karena meriam tersebut lebih besar dari yang lainnya.
Saat ini, susunan meriam itu disesuaikan dengan kisah-kisah yang tersebar di masyarakat.
Di benteng ini juga, ditemukan angka 1783 dan 1797 serta tulisan VOC yang diduga sebagai tahun pembuatan meriam. Tulisan ‘VOC’ menandakan meriam itu dibeli dari pemerintah Hindia Belanda. Keterangan itu tertulis pada prasasti di bagian depan benteng.