Sastra Lisan Melayu di Ujung Tanduk, Revitalisasi Mendesak Dilakukan
Batam - Kementerian Pendidikan melaui Kantor Badan Bahasa berencana merevitalisasi bahasa daerah di 12 provinsi tahun ini. Hal itu diungkapkan Asep, Kepala Kantor Bahasa kepulauan Riau, Senin (21/2/202).
"Kepri tidak masuk revitalisasi bahasa yang 12 provinsi karena bahasa Melayu Kepri merupakan dasar bahasa Indonesia," kata Asep, di acara Seminar Bahasa Ibu yang digelar di Harmoni One Hotel.
Bahasa Melayu sebagai bahasa ibu di Kepri dianggap masih kuat keberadaannya. Berbeda dengan 12 provinsi lain, yang bahasa daerahnya sangat multi/beragam, seperti di NTT dan wilayah Indonesia timur lainnya. Hanya saja Asep mengungkapkan, saat ini kondisi sastra lisan Melayu sangat memprihatinkan bahkan terancam punah.
Untuk di daerah Lingga, pelaku sastra lisan bahasa Melayu hanya tinggal dua orang, itu pun usianya sudah di atas 60 tahun.
"Sama juga di Natuna nyaris hilang, ini sangat mendesak revitalisasi sastra lisan dilakukan di Kepri," ujarnya.
Namun terlepas dari itu, kata Asep, Kementerian Pendidikan melalui Pengembangan Badan Bahasa Provinsi Kepri terlebih dahulu melakukan pemetaan, dengan melibatkan masyarakat melalui survei. Apakah mereka setuju atau tidak, dan melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah yang selanjutnya diregistrasikan.
Kata Pakar Bahasa Melayu
Pakar Bahasa dan Budaya Melayu Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tanjung Pinang Prof Abdul Malik membeberkan, kondisi sastra lisan Melayu dalam keadaan memprihatinkan di Kepri. Generasi muda kurang berminat, kecuali beberapa sastrawan lokal saja.
"Iya, memang perlu digiatkan kembali kepada generasi penerus," kata Abdul Malik.
Selain itu, Abdul Malik menambahkan bahasa Melayu merupakan bahasa yang baku dan mudah. Namun, dialek bahasa Melayu di kepulauan Riau banyak dan beragam hal ini yang perlu dipertahankan.
"Menurut saya, dialek dan subdialek Melayu di daerah-daerah (dari kabupaten/kota sampai kampung-kampung) di Kepulauan Riau masih terpelihara dengan baik," ujarnya.
Menurut dia, masyarakat Melayu masih menggunakan dialek atau subdialek itu dalam komunikasi di antara mereka. Di Natuna, misalnya, masyarakat Melayu Natuna masih menggunakan dialek Melayu Natuna ketika berkomunikasi di antara mereka.
Begitu pula masyarakat Melayu Tanjungpinang, Bintan, Anambas, Lingga, Batam, dan Karimun. Setiap dialek itu ada pula variasi subdialeknya yang masih dipertahankan oleh masyarakatnya dalam komunikasi sehari-hari.
Pesan Ivan Lanin
Sementara itu, aktivis pengguna Bahasa Indonesia, Ivan Lanin, mengatakan bahasa daerah itu selalu relevan menunjukan identitas daerah, sementara bahasa nasional menunjukan identitas bangsa.
"Bahasa daerah itu menjadi pengikat emosi. Itulah yang menjadi kekuatan bahasa daerah," katanya.
Namun, yang terjadi di kebanyakan keluarga Indonesia, khususnya di kota-kota besar, orang-orang lebih memilih menggunakan bahasa Inggris dalam kesehariannya. Mereka menganggap anaknya akan menjadi multinasional dengan penggunaan bahasa Inggris. Baginya itu tidak menjadi persoalan selama sebagai warga negara, mereka juga harus menguasai bahasa Indonesia.
Bahasa daerah di Kepri menjadi sangat menarik karena banyak yang menganggap bahasa Melayu tidak ada bedanya dengan bahasa Indonesia, padahal dari segi dialek jauh sangat berbeda. Apalagi Kepri terdiri dari pulau-pulau, sehingga memiliki beragam dialek dalam bahasa daerahnya.
"Kepala kantor Badan Bahasa Kepri menyebut ada 24 dialek bahasa Melayu di Kepri," ujar Ivan Lanin.
Ivan Lanin berpesan, generasi muda harus mengutamakan penggunaan bahasa Indonesia, sambil terus melestarikan bahasa daerah, dan menguasai juga bahasa asing, terutama Inggris sebagai bahasa pergaulan global.