Penuhi 4 Indikator Ini Agar Kepri Bisa Bebas dari PPKM Level 4
BATAM, MELAYUPEDIA.COM – Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4 digelar di dua kota di Kepulauan Riau (Kepri), yaitu Kota Batam dan Kota Tanjungpinang, yang mulai digelar per hari Senin (26/7/2021).
Pemerintah Kota (Pemkot) Batam dan Tanjungpinang Kepri, bisa saja terbebas dari PPKM Level 4. Namun ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi secara disiplin.
Hal tersebut diungkapkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Panjaitan, yang juga Koordinator PPKM Darurat untuk Pulau Jawa dan Bali, melalui juru bicara (jubir) Jodi Mahardi.
Menurutnya, menuturkan pemerintah daerah harus memperbaiki lonjakan kasus. Jika pemda dan masyarakat ingin pembukaan aktivitas di daerahnya berlangsung cepat, harus benar-benar memperbaiki semua indikator penanganan COVID-19 di daerahnya.
“Agar tidak ada lonjakan kasus lagi. Jika tidak, pengetatan PPKM (level 4) masih diperlukan," ucapnya.
PPKM level 4 sendiri, diberlakukan pemerintah pusat selama lima hari, yaitu sejak 21 Juli 2021 hingga 25 Juli 2021. Namun ada banyak daerah yang memperpanjang PPKM Level 4, karena kasus Covid-19 masih belum teratasi.
Jodi Mahardi membeberkan, ada empat indikator yang perlu diperbaiki pemda-pemda untuk terbebas dari PPKM Level 4.
Yaitu cakupan penanganan kasus positif Covid-19, kesembuhan Covid-19, kematian Covid-19, serta angka keterisian tempat tidur rumah sakit atau Bed Occupancy Ratio (BOR) harian.
"Sembari proses evaluasi berlangsung, pemerintah meminta seluruh kepala daerah untuk terus memperbaiki indikator penanganan Covid-19 di daerahnya. Agar nanti kebijakan relaksasi/pembukaan bertahap berjalan baik, masyarakat juga siap menjalaninya dengan penuh tanggung jawab," ucapnya.
Menurutnya, evaluasi PPKM level 4 mengacu pada empat komponen pertimbangan relaksasi kegiatan masyarakat yang ditetapkan WHO.
1. Mengukur antara laju transmisi virus dengan berbagai indikator epidemiologis. Seperti angka BOR, kasus konfirmasi harian, dan pencapaian vaksinasi.
2. Kapasitas manajemen sistem kesehatan di tiap daerah. Terutama terkait upaya mengkonversikan tempat tidur, pembangunan rumah sakit darurat dan lapangan, maupun kemitraan dengan penyedia jasa telemedicine.
3. Tingkat kedisiplinan protokol kesehatan (prokes) di daerah, serta aspirasi masyarakat yang menginginkan relaksasi PPKM.
4. Dampak sosial ekonomi, khususnya bagi masyarakat dengan pendapat ekonomi menengah ke bawah dan usaha mikro.