• Copyright © melayupedia.com
    All Right Reserved.
    By : MPC

    LPSK Pertanyaan Korelasi Pendidikan Militer di SPN Dirgantara Batam

    SPN Dirgantara Batam Kepri (Dok. Kemendikbud.go.id)

    BATAM, MELAYUPEDIA.COM – Kasus dugaan kekerasan yang dialami oleh siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Sekolah Penerbangan Nusantara (SPN) Dirgantara Batam Kepulauan Riau (Kepri), mendapat sorotan dari Lembaga Pendidikan Saksi dan Korban (LPSK).  Terlebih dengan aktivitas pendidikan militer di sekolah tersebut.

    Diungkapkan Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi Pasaribu, mereka turun ke Kepri atas permohonan Gubernur Kepri Ansar Ahmad, terkait perlindungan para siswa korban dugaan kekerasan di sekolah itu. LPSK juga melakukan investigasi dan menelaah kasus ini.

    "Kami sudah ketemu Kapolda, Dirkrimum, warga, korban dan Kepsek SPN Dirgantara," katanya, Jumat (31/12/2021).

    BACA JUGA:

    Dugaan Penyiksaan Terhadap Siswa, SPN Dirgantara Kebal Hukum?

    Ternyata, Polda Kepri Belum Periksa Pemilik SPN Dirgantara Batam

    Tetap Kawal Kasus Kekerasan SPN Dirgantara Batam, KPPAD Terima Banyak Aduan

    Salah satu poin yang menjadi sorotan LPSK, lanjut Edwin, adalah pendidikan militer di sekolah itu. Mereka juga Kami sudah koordinasi dengan Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kepri.

    “Kita juga koordinasi dengan Kepsek SPN Dirgantara Batam, Dunya Harun, terkait konfirmasi beberapa hal, seperti pelatihan basis militer itu," katanya.

    Edwin mempertanyakan, relevansi pendidikan militer yang diterapkan di sekolah itu membingungkan.

    "Sekolah itu hanya untuk teknisi dan mekanik. relevansinya apa (pelatihan milier),” tanya Edwin.

    Dari penelusuran, LPSK menilai sekolah tersebut melahirkan lulusan, yang akan bekerja dan menjadi bagian dari bisnis penerbangan.

    "Mereka bekerja sebagai petugas teknisi di bandara. Relevansi pendidikan ala militer dengan pekerjaan yang mereka lakukan, tidak ada korelasinya. Mereka bukan jadi pilot pesawat tempur atau pramugari. Tidak," ungkapnya.

    Ia pun tengah berkoordinasi dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), terkait apakah sekolah dibolehkan membuat aturan sendiri yang berbeda, dengan sekolah pada umumnya.

    "Contoh misal seragam ala militer, bergaya militer itu apakah diperlukan? Saya rasa kita tak perlu lagi bernostalgia dengan masa orde baru. Di mana kekuasaan militer di segala bidang. SDM kita berhadapan dengan persaingan internasional," ucapnya.

    Edwin menuturkan, hal tersebut sudah nyata pola pendidikan dan lingkungan yang diterapkan di sekolah itu, sudah cukup membingungkan.

    "Mereka bukan untuk perang. Tapi untuk di dunia kerja sipil bukan militer. Negara-negara maju yang berhasil mencetak SDM unggul, apa ada mereka menerapkan pola-pola militer? Gak ada,” ujarnya.

    LPSK juga sedang menunggu hasil penyelidikan oleh Polda Kepri, terkait terlapor Aiptu ED, selaku pengelola dan pembina sekolah yang juga berstatus sebagai anggota polisi.

    Mereka mempertanyakan tindakan hukum dan ketegasan yang diambil Polri, terkait anggotanya yang melanggar pidana.