Tradisi Menumbai Madu Sialang, Dari Runutan Adat Hingga Ancaman Gaib
BATAM, MELAYUPEDIA.COM - Tradisi Menumbai Madu Sialang di Riau, merupakan kegiatan mengambil madu dari pohon sialang, yakni sejenis pohon tertentu yang tinggi dan besar.
Ternyata pohon itu disenangi oleh lebah untuk tinggal dan menghasilkan madu. Menariknya, kegiatan menumbai ini dilakukan di malam hari, pada saat kondisi gelap gulita.
Sialang bukan nama pohon, melainkan nama pohon apa saja yang bisa dihuni oleh lebah dalam menghasilkan madu. Jenis lebah yang bersarang tersebut, adalah Apis dorsata binghami, yang hidup di Asia Selatan dan Tenggara.
BACA JUGA:
Batu Beranak, Terus Bertambah Secara Gaib di Makam Syech Umar ?
Meski Cukup Berbahaya, Wisatawan Tetap Berenang di Bendungan Kaiti
Air Terjun ini Jadi Lokasi Tempat Rusa Bermain
Pohon yang dihuni oleh lebah itu, lebarnya bisa mencapai dua kali pelukan orang dewasa, tinggi dan licin sehingga tidak sembarang orang bisa mengambil madu yang dihasilkan lebah di atasnya.
Kegiatan Menumbai biasanya dipimpin oleh seseorang, yang disebut Juragan Tuo, dibantu dengan beberapa Juru Panjat lainnya yang disebut dengan Juragan Mudo.
Ada juga orang yang menyambut di bawah atau yang disebut Tukang Sambut. Juragan Tuo bertindak sebagai pimpinan kelompok, yang bertanggung jawab terhadap keselamatan anggotanya dari berbagai resiko pengerjaan.
Gangguan Makhluk Gaib
Ancaman utama yang dihadapi para juragan mudo, adalah gigitan lebah, ancaman binatang buas yang menghuni pohon hingga makhluk-makhluk ghaib yang ada di sekitar.
Inilah yang menjadi pertanggungjawaban Juragan Tuo. Jika diperlukan, ia bisa juga memanjat pohon membantu Juragan Mudo.
Banyaknya jumlah Juragan Mudo yang diperlukan, dalam setiap pengerjaan bergantung pada jumlah pohon yang akan dipanjat.
Sebelum memulai menumbai, biasanya anggota kelompok membersihkan lebih dulu semak-semak di sekitar pohon. Membuat pondok untuk berjaga, lalu membuat tali berbentuk tangga untuk memanjat pohon.
Pohon sialang sangat tinggi, bisa mencapai hingga 30-40 meter. Oleh sebab itulah keselamatan para pemanjat sangat penting diperhatikan.
Orang Petalangan yang merupakan suku asli yang bermukim di Pelalawan-lah yang menjaga tradisi menumbai tersebut. Mereka hidup dari hasil ekonomi menumbai lebah.
Oleh karena itu, hingga kini tradisi ini terus diajarkan turun temurun di masyarakat daerah tersebut. Untuk melakukan kegiatan menumbai madu, dilakukan beberapa serangkaian ritual adat dan kepercayaan masyarakat Petalangan.
Ternyata, Menumbai tidak bisa dikerjakan setiap saat. Biasanya dalam setahun hanya 2-3 kali saja, bisa dilakukan untuk hasil yang maksimal.
Sebab menurut orang Petalangan, lebah bersarang di pohon sialang hanya empat kali dalam setahun, yakni musim bunga jagung, musim bunga padi, selepas menuai, dan semasa menebang menebas ladang.
Faktanya, madu yang paling diminati dari keempat musim tersebut adalah madu di musim bunga padi, yakni madu berwarna putih! Wah wah wah..