Kerajaan Indragiri, Sempat Pindah Ibu Kota Hingga Jatuh ke Tangan Belanda
BATAM, MELAYUPEDIA.COM - Pernah mendengar tentang kerajaan besar bernama Kerajaan Indragiri?
Ya, Kerajaan Indragiri adalah satu dari beberapa kerajaan bercorak Islam di Riau. Pendiri dan raja pertama Kerajaan Indragiri adalah Merlang I, yang berkedudukan di Malaka.
Tradisi seperti ini juga, dijalankan oleh raja-raja berikutnya, sedangkan untuk urusan sehari-hari pemerintahannya dijalankan oleh seorang datuk patih atau perdana menteri.
BACA JUGA:
Ikutan Tradisi Maawuo Ikan di Danau Bokuok Riau, Seru Lho!
Ritual Talam 2 Muka, Benarkah Ajaran Syirik?
Pesona Rumah Tinggi, Saksi Bisu Kejayaan Kerajaan Indragiri
Wilayah Kerajaan Indragiri terletak di Kabupaten Indragiri Hilir dan Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau sekarang ini.
Kerajaan Indragiri didirikan pada akhir abad ke-13, tetapi baru tumbuh menjadi kerajaan bercorak Islam pada abad ke-15. Masuknya pengaruh Islam ke kerajaan, diperkirakan berasal dari Kesultanan Samudera Pasai dan Aceh Darussalam.
Menurut catatan sejarah, istana kerajaan ini baru dibangun oleh Nara Singa II atau Sultan Indragiri IV. Bersamaan dengan itu, didirikan pula Rumah Tinggi di Kampung Dagang.
Pada periode inilah, akhirnya Raja Indragiri mulai menetap di ibu kota kerajaan yang berlokasi di Pekan Tua sekarang.
Jatuh ke Tangan Belanda
Sebelum tahun 1641, tercatat Kerajaan Indragiri berhubungan erat dengan Portugis. Kerajaan ini memang banyak menghasilkan barang komoditas, seperti lilin, emas, dan kayu gaharu.
Pada 1765, Sultan Hasan Salahuddin Kramat Syah memindahkan ibu kota kerajaan ke Japura. Setelah Malaka dikuasai oleh Belanda, kerajaan ini mulai menjalin hubungan dengan VOC.
Bahkan VOC juga mendirikan kantor dagangnya di Indragiri, berdasarkan perjanjian pada 28 Oktober 1664.
Pada periode ini pula, Belanda mulai ikut campur dengan urusan internal kerajaan dengan mengangkat Sultan Muda yang berkedudukan di Peranap, dengan batas wilayah ke Hilir sampai batas Japura.
Pada 5 Januari 1815, ibu kota Kerajaan Indragiri kembali dipindahkan oleh Sultan Indragiri XVII atau Sultan Ibrahim ke Rengat. Pada masa pemerintahan Sultan Indragiri XVII inilah undang-undang kerajaan mulai disusun.
Sayangnya, kekuasaan politik Indragiri berhasil dihilangkan, berdasarkan Tractat van Vrede en Vriendschap (Perjanjian Perdamaian dan Persahabatan) pada 27 September 1838.
Perjanjian ini sebenarnya menandai bahwa pemerintahan dan kekuatan politik Indragiri, telah dikuasai oleh Hindia-Belanda.a Psalnya, Belanda menempatkan seorang Controller yang memegang wewenang semua jawatan di wilayah Indragiri.