Ritual Talam 2 Muka, Benarkah Ajaran Syirik?
BATAM, MELAYUPEDIA.COM – Ada ritual yang cukup melenceng dari ajaran agama Islam di Kepulauan Riau (Kepri), yakni Ritual Talam Dua Muka. Kenapa disebut melenceng dan bersifat syirik? Simak penjelasannya di bawah ini.
Ritual Talam Dua Muka adalah upacara ritual, yang digunakan untuk menjaga atau membela kampung. Sampai saat ini, ritual ini masih dilestarikan di Desa Teluk Setimbul, Kecamatan Meral, Kabupaten Karimun Kepri.
Ritual sakral tersebut sudah ada sejak sekitar abad ke 18. Masyarakat setempat mempercayai akan roh leluhur mereka yang diyakini, bisa menjaga keamanan kampung dan melindungi kampung.
BACA JUGA:
Pelabuhan Tua Bagansiapiapi, Saksi Bisu Peristiwa Bagan Bertempur
Pulau Amat Belanda, Eks Lokalisasi yang Kini Jadi Penghasil Rumput Laut di Kepri
Mengenal Suku Sakai, Penghuni Hutan Adat Kesumbo Ampai Riau
Ritual tersebut dikembangkan di daerah pesisir, yang notabene ditinggali Suku Laut, dengan cara melindungi dan membela kampung agar terhindar dari gangguan roh jahat.
Pelaksanaan Ritual Talam Dua Muka hanya dilaksanakan disatu tempat yaitu tempat yang mereka sakralkan. Sewaktu ritual belangsung keluarga dukun atau atuk, yang mempersiapkan semua persyaratan dan diikuti oleh keluarga dan kerabat.
Keluarga mempersiapkan syarat-syarat yang perlu untuk sesajian, di antaranya beteh, pisang, telur ayam, beras kunyit, pulut kuning, kopi, air, dan rokok. Lalu, dukun atau atuk membersihkan tangan, kaki, dengan air yang diambil dari sumur sakral.
Dukun atau atuk mulai memanggil roh leluhur. Dan ritual ini harus dikerjakan hingga selesai. Apabila tata cara dukun atau atuk tersebut dilanggar, maka akan mendapat bahaya pada yang melakukan.
Mengandung Unsur Mantra
Ritual Talam Dua Muka tersebut dipandang dari aspek Agama Islam, sebagai suatu ritual yang bersifat syirik. Hal ini disebabkan karena Ritual Talam Dua Muka itu, mengandung unsur mantra-mantra yang tidak berdasarkan kitab suci Al-Quran.
Dalam Ritual Talam Dua Muka itu juga, menggunakan mantra-mantra untuk membela kampung dan menyembuhkan penyakit. Berkembangnya mantra-mantra dalam sistem pengobatan Melayu, yang berkaitan erat dengan persepsi masyarakat terhadap bahaya atau gangguan.
Faktanya, ritual ini banyak diambil dari bahasa para mahluk halus yang memasuki mimpi dan berdialog dengan Atuk atau Bomoh, namun mantra tersebut tidak dapat dilampirkan ataupun ditulis.
Alasannya, tidk sembarang orang dapat mengetahui mantra dalam ritual ini, karena harus memiliki ilmu agama yang tinggi.