Kue Batang Buruk dan Serpihan Cinta Putri Raja Bintan
BATAM, MELAYUPEDIA.COM - Kue batang buruk menjadi salah satu kue khas di saat perayaan Idul Fitri atau momen penting lainnya di Kepulauan Riau (Kepri).
Meskipun namanya 'buruk', tapi kue berukuran 3-4 cm ini, memiliki rasa ya yang nikmat dan menggugah selera.
Kue yang bisa ditemui di Kabupaten Bintan dan Tanjungpinang, dibuat dari tepung gandum yang dicampur dengan tepung beras dan tepung kelapa yang diuli.
Di balik namanya yang cukup kontras dengan rasanya, ada kisah menarik dari empat abad silam.
Cinta Tak Terbalas
Semua bermula dari kisah cinta Wan Sendari. Ia merupakan putri sulung Baginda Raja Tua yang memerintah Kerajaan Bintan sekitar 450 tahun silam.
Wan Sendari rupanya saat itu memendam rasa cinta kepada seorang pemuda nan gagah rupawan, namanya Raja Andak dengan gelar Panglima Muda Bintan.
Namun sayang, cinta sang putri hanya bertepuk sebelah tangan. Sang pujaan hati justru, lebih memilih Wan Inta yang tak lain adalah adik kandung Wan Sendari.
Sang putri yang sedang patah hati, berusaha mengusir kegalauannya. Yaitu dengan menyibukkan diri mencoba sebuah resep masakan baru, di dapur istana kerajaan bersama para pengasuhnya.
Wan Sendari berhasil menciptakan sebuah kue ringan yang unik. Jika digigit, kuenya akan hancur berderai.
Wan Sendari memohon kepada sang raja, yang tak lain adalah ayahnya sendiri, agar diperbolehkan menyajikan kue tadi untuk lingkungan istana. Termasuk juga kepada para tamu kerajaan.
Baginda Raja Tua tak mampu menolak permohonan tulus, dari sang buah hati. Hatinya pun luluh dan memberi kesempatan Wan Sendari, untuk menyajikan kue buatannya itu kepada para tamu kerajaan.
Jamuan ke Tamu
Hingga pada suatu hari, Baginda Raja Tua pun menggelar sebuah pertemuan dan seluruh petinggi kerajaan dikumpulkan.
Saat itu pula Wan Sendari memamerkan kue hasil karyanya, untuk dinikmati oleh para tamu yang diundang ayahnya.
Di antara para tamu tadi terdapat pula Raja Andak, lelaki idaman sang putri.
Ketika tiba waktunya sang raja mempersilakan mencicipi kue buatan putri kesayangan, para tamu pun antusias untuk segera melahap kue-kue yang mengundang selera itu.
Sayangnya ketika sedang menikmati kue, mendadak mereka harus menahan malu. Lantaran, kue-kue yang sudah lumat di dalam mulut para tamu mendadak berjatuhan.
Serpihannya berserak memenuhi sebagian pakaian kebesaran yang dikenakan para tamu.
Mereka pun merasa malu dan hanya bisa tertunduk karena merasa kerepotan memakan kue buatan sang putri.
Tetapi tidak demikian dengan Raja Andak, pria pujaan Wan Sendari. Hanya panglima muda ini saja yang memakan kue, tetapi tidak satu pun serpihan kue yang mengotori baju kebesarannya.
Filosofi
Rupanya Panglima Muda Bintan memegang teguh filosofi di Kerajaan Bintan. “Biar pecah di mulut asal jangan pecah di tangan,” begitu bunyi filosofi yang berkembang saat itu.
Ini menggambarkan bagaimana seorang bangsawan mempunyai etika pada saat makan. Tak terkecuali ketika sedang mencicipi sebuah kudapan.
Apabila seseorang bangsawan terburu-buru dan ceroboh ketika makan atau mencicipi penganan, maka mencerminkan betapa buruknya tingkah laku bangsawan tersebut.
Ternyata melalui kue ini pula, Wan Sendari membuktikan kepada dirinya bahwa ia tidak salah dalam memilih pria idaman meski pada akhirnya hanya bertepuk sebelah tangan.