Marhum Pekan, Pahlawan yang Membangun Pusat Perdagangan di Pekanbaru
BATAM, MELAYUPEDIA.COM - Marhum Pekan, mungkin tidaklah familiar di telinga, tak seperti artis ibukota ataupun artis luar negeri yang tersohor. Namun, beliau adalah salah satu pahlawan yang berjasa di Pekanbaru.
Nama asli Marhum Pekan adalah Yang Dipertuan Besar Muhammad Ali Syah, atau Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzam Syah. Ia menjabat sebagai sultan Siak Sri Inderapura kelima, putra Sultan Alamuddin, keponakan dari Sultan Muhammad, Yang Dipertuan Besar Siak.
Ketika armada Belanda menyerang Mempura tahun 1761, Marhum Pekan memimpin armada perang Siak yang gagah berani. Belanda telah melakukan persiapan dengan kapal-kapal perang besar.
Pasukan Siak berhasil didesak hingga ke pinggir kota Mempura. Di sinilah terjadi pertempuran habis-habisan, dari pahlawan-pahlawan Siak. Armada Siak hanya menggunakan rakit berapi-api dan kapal-kapal, berisi mesiu dalam menghadapi Belanda.
Namun, semangat jihad fi sabilillah mereka tidak surut. Dengan persenjataan terbatas tersebut, mereka berhasil menenggelamkan beberapa kapal Belanda.
Belanda kewalahan dan mengeluarkan senjata terakhir mereka, Tengku Alamuddin yang mengirimkan surat kepada Sultan Ismail atau Marhum Bukit dan putranya, panglima besar Muhammad Ali.
Maka, demi mendengar bahwa Tengku Alam berada di pihak Belanda, pertempuran pun dihentikan dan Sultan Ismail menyerahkan tahta pada pamannya itu berdasarkan wasiat dari ayahandanya dahulu.
Marhum Pekan tetap mendampingi ayahandanya sebagai panglima besar ketika ia naik tahta beberapa hari setelah kemunduran sepupunya, Sultan Ismail tersebut.
Ketika ayahandanya, Sultan Alamuddin berpindah ke Senapelan untuk menghindari pengaruh Belanda, Marhum Pekan turut serta. Senapelan berkembang pesat di bawah kendali Sultan Alamuddin, bahkan berhasil mematikan bisnis Belanda di Mempura.
Sultan Alamuddin mangkat di Senapelan pada tahun 1766 dan kemudian Marhum Pekan naik tahta dengan gelar Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzam Syah.
Ia meneruskan usaha ayahnya membangun bandar Senapelan, yang kemudian dikenal dengan nama Pekanbaru. Bandar ini menjadi pusat perdagangan di hulu sungai Siak, bahkan para saudagar dari Petapahan mulai menjual dagangan mereka ke Senapelan.
Namun, pada tahun 1779 Sultan Ismail yang telah mengelana di Selat Malaka, mengambil alih kedudukan Yang Dipertuan Besar Siak dari Sultan Muhammad Ali.
Muhammad Ali terpaksa berundur ke Petapahan mencari perlindungan dari Syarif Bendahara, tetapi tidak dikabulkan. Akhirnya, ia kembali ke ibu kota dan menyerahkan diri kepada sepupunya itu.
Sultan Ismail lalu mengampuninya dan melantiknya menjadi Raja Muda. Setelah tidak lagi menjadi sultan, Muhammad Ali lebih banyak berdiam di Senapelan dan memfokuskan diri pada perkembangan perdagangan di bandar tersebut.
Ia baru kembali ke dunia politik tahun 1781-1782, ketika diangkat menjadi wali Sultan Yahya, keponakannya yang memerintah sebelum dewasa menggantikan ayahnya Sultan Ismail.