• Copyright © melayupedia.com
    All Right Reserved.
    By : MPC

    Kelenteng Ing Hok Kiong, Tertua di Bagansiapiapi Riau

    Kelenteng Ing Hok Kiong di Meranti Riau (Dok. potretnews.com)

    BATAM, MELAYUPEDIA.COM - Jika ingin mengenal kawasan Bagansiapiapi Riau, tak ada salahnya juga mengetahui keberadaan kelenteng tertua yang ada di sini. Adalah Kelenteng Ing Hok Kiong, yang berdiri pada tahun 1823 di Bagansiapiapi.

    Keberadaannya saat ini tak lepas dari tangan para perantau dari Provinsi Fu-Jian, Cina, yang datang ke Indonesia. Karena menjadi bagian dari perjalanan tumbuh kembang Kota Bagansiapiapi.

    Hingga sekarang, kelenteng yang masih menjadi pusat budaya Tionghoa ini masih dipertahankan dalam bentuk aslinya.

    Dibangun pada 1823, In Hok Kiong tak hanya merupakan kelenteng tertua. Namun juga, menjadi pusat keagamaan umat Kong Hu Cu, sekaligus pusat kebudayaan warga Tionghoa Bagansiapiapi.

    Kelenteng ini sungguh indah. Di dalamnya terdapat patung Dewa Ki Ong Ya, atau dewa keselamatan, dan Taisun Ong Ya, alias dewa kesejahteraan. Patung-patung ini dibawa para perantau China yang membuka perkampungan di Bagansiapiapi pada 1820.

    Kota Bagansiapiapi atau Baganapi memang terbangun berkat para pendatang bermarga Ang, yang datang dari China pada akhir abad ke-19. Mereka tertarik mendarat di kawasan ini lantaran melihat api dari kejauhan.

    Setelah didekati, api tersebut adalah bara api unggun yang ditinggalkan para nelayan Rokan. Versi lain kisah ini adalah kerlap-kerlip kunang-kunang, atau dalam bahasa setempat disebut ‘siapi-api’, di sekitar kawasan yang memang belum dihuni, yang menarik perhatian marga Ang untuk mendarat.

    Namun kalangan etnis Melayu mengklaim bahwa kata ‘bagan’ berarti tempat atau daerah, dan ‘api-api’ adalah jenis pohon bakau. Dengan kata lain, kota ini dulunya adalah daerah yang banyak ditumbuhi poho bakau jenis api-api.

    Upacara Bakar Tongkang

    Biasanya, Kelenteng Ing Hok Kiong selalu diselenggarakan Upacara Bakar Tongkang, yang diselenggarakan pada tanggal 15 dan 16 di bulan kelima sistem penanggalan Imlek.

    Upacara ini merupakan bentuk pemujaan warga Tionghoa Bagansiapiapi, kepada Dewa Kie Ong Ya dan Tai Sung Ong Ya, yang dianggap berjasa menjaga keselamatan saat mereka mendarat di kawasan ini.

    Namun, ada juga yang menganggap upacara ini untuk mengenang keputusan para leluhur yang berkeras tinggal di Bagansiapiapi. Yakni, dengan membakar perahu mereka agar tidak tergoda pulang ke daerah asal.