• Copyright © melayupedia.com
    All Right Reserved.
    By : MPC

    Kisah Pilu Di Balik Tugu Pahlawan Kerja di Riau, Ratusan Ribu Pekerja Mati Sia-Sia

    Tugu Pahlawan Kerja di Riau (Dok. riauonline.co.id)

    BATAM, MELAYUPEDIA.COM - Monumen Lokomotif dan Tugu Pahlawan Kerja di Riau, tak hanya sekedar monumen dan tugu belaka.

    Ini adalah pengingat sejarah, betapa rakyat Indonesia dijajah di bawah penjajah Jepang dengan sangat menyayat hati.

    Sejarah mencatat, dahulu Jepang membangun jalur kereta api Pekanbaru-Muaro Sijunjung, yang bertujuan menghubungkan bagian barat Sumatera dengan bagian timur Sumatera.

    BACA JUGA:

    Istana Sayap di Pelalawan, Miliki Tangga Lengkung Ukir Khas Melayu

    Haven Meester Pekanbaru, Saksi Bisu Pergerakan Kapal Ke Singapura

    Benteng 7 Lapis, Pertahanan Terakhir Kaum Paderi di Riau

    Hal ini untuk mempermudah perpindahan pasukan tambahan tentara Jepang yang didatangkan dari Singapura.

    Selain itu, tujuan lain dibangunnya jalur kereta api ini adalah sebagai salah satu cara untuk mengangkut batu bara dari Tapui menuju Pekanbaru. Lalu, dibawa ke Singapura dengan kapal.

    Pembangunan jalur kereta api Pekanbaru-Muaro Sijunjung dimulai pada bulan Maret 1943. Hampir sekitar 100 ribu romusha yang dilibatkan dalam proyek maut ini.

    Sebagian besar didatangkan dari Jawa dan sisanya diambil dari penduduk sekitar, serta dari Medan dan Bukittinggi.

    Ada lebih dari 5.000 orang tahanan perang (Prisoner of War / POW) asal Amerika Serikat, Australia, Belanda, Selandia Baru, dan Inggris. 

    Yang mana, dilibatkan pula dalam pembangunan jalur kereta api yang selesai tepat saat Jepang menyerah kepada sekutu pada tanggal 15 Agustus 1945 ini.

    Dikatakan proyek maut, karena sebelum dibangun pun, jalur kereta api ini telah banyak memakan korban baik dari romusha ataupun dari tahanan perang.

    Para romusha dan tahanan perang telah banyak yang tewas, saat perjalanan menuju Padang dan Pekanbaru karena kapal yang membawa mereka menuju kedua kota tersebut tenggelam ditembak kapal-kapal sekutu.

    Kapal Junyo Maru yang membawa 6500 romusha dan tawanan perang, yang diberangkatkan dari Tanjung Priok, tenggelam di barat perairan Muko-Muko Bengkulu setelah ditorpedo oleh kapal selam Kerajaan Inggris HMS Tradewind.

    Hal itu mengakibatkan sekitar 5620 romusha dan tawanan perang yang ada di kapal itu tewas. Kapal kedua adalah kapal Harukiku Maru yang ditembak di Selat Malaka, dalam pelayaran dari Belawan menuju Pekanbaru.

    Makan Belatung

    Para pekerja sangat menderita, karena selama pembangunan jalur kereta api ini, mereka mendapat perlakuan yang buruk dari para tentara Jepang.

    Catatan sejarah menyebutkan, beberapa korban yang bertahan hidup menceritakan apa yang mereka lihat dan alami selama membangun jalur kereta api Pekanbaru-Muaro Sijunjung ini.

    Cerita mengerikan pun diurai, bagi mereka yang sudah sakit dan tidak mampu bekerja mereka akan dibawa ke perkemahan.

    Beberapa dokter dengan menggunakan peralatan yang sederhana berjuang keras, untuk memberi harapan hidup kepada para korban.

    Cerita lain juga tak kalah memilukan, ketika para pekerja kekurangan makanan, mereka memakan apa saja termasuk belatung.

    Dalam pembangunan jalur kereta api sepanjang 220 Km ini, banyak romusha dan tawanan perang yang meninggal, karena kurangnya obat-obatan yang disediakan, kelelahan, penyakit tropis.

    Seperti diare, malaria, dan disentri, kurangnya makan yang tersedia, buruknya kondisi kamp-kamp romusha, dan lain-lain.

    Hingga akhirnya, jumlah korban yang tewas dari tahanan perang berjumlah 2.596 orang sedangkan dari 100 ribu romusha yang hidup hanya sekitar 20.000 orang saja.

    Setelah memakan waktu hampir dua tahun, pada 15 Agustus 1945, jalur ini selesai dibangun. Namun jalur ini tidak difungsikan seperti tujuan semula, melainkan untuk menyelamatkan para romusha dan tawanan perang yang masih ada di kamp-kamp yang terdapat di pinggir rel.

    Seperti di daerah Taratak Boeloeh, Soengeitengkrang, Soengaipagar, Lipat Kian, Logas, Kota Baroe Moeara, Tapoei, dan Petai.

    Setelah digunakan untuk mengangkut para pekerja tersebut, jalur ini tidak pernah digunakan kembali sampai sekarang.

    Untuk mengenang para pekerja yang membangun jalur ini, maka dibangun Monumen Lokomotif dan Tugu Pahlawan Kerja di Riau.