• Copyright © melayupedia.com
    All Right Reserved.
    By : MPC

    Masjid Syahabudin, Cerminan Kepemimpinan Sultan Syarif Kasim II yang Bersahaja

    Masjid Syahabuddin Peninggalan Istana Siak Sri Inderapura (Dok. riaumagz.com)

    BATAM, MELAYUPEDIA.COM - Tidak jauh dari Istana Siak Sri Inderapura, terdapat sebuah masjid yang kini sudah di tetapkan sebagai cagar budaya, yakni Masjid Syahbuddin.

    Ya, masjid ini merupakan peninggalan Kerajaan Siak, yang masih difungsikan sampai saat ini.

    Saat ini, Masjid Syahabuddin berstatus sebagai Masjid Raya di Kabupaten Siak.

    Status ini disematkan ketika terjadi pemekaran, dari awalnya Kecamatan Siak menjadi Kabupaten Siak pada 1999.

    Lantaran dibangun pada masa Kesultanan Siak Sri Inderapura, maka Masjid Syahabuddin, juga dikenal dengan sebutan Masjid Kerajaan Siak, kemudian disebut juga Masjid Raya Siak.

    Menurut catatan sejarah, nama Syahabuddin berasal dari kata Syahab, salah satu suku Arab yang merupakan nenek moyang sultan-sultan Siak.

    Versi lain mengatakan, penamaan Syahabuddin merupakan gabungan dari bahasa Persia dan Arab.

    Dilansir laman resmi Kabupaten Siak, kata Syah, yang artinya penguasa dalam bahasa Persia, sedangkan Ad-Din berarti agama dalam bahasa Arab.

    Makna tersebut menunjukkan bahwa Masjid Syahabuddin merupakan perlambang, bahwa raja atau sultan Siak bukan hanya penguasa negara, melainkan juga pemimpin agama.

    Nama Masjid ini juga mencerminkan nama keturunan Sultan Siak yang berasal dari Arab, yaitu suku Syahad.

    Keturunan Sultan Siak yang berasal dari Arab ini dimulai dari Sultan Muhammad Ali, yang memerintah Kesultanan Siak pada tahun 1770 - 1779.

    Masjid ini dibangun di tahun 1927 dan selesai pada tahun 1935 oleh Sultan Syarif Qasim (Kasim) II, sultan terakhir yang memerintah Kesultanan Siak Sri Indrapura.

    Pada masa Sultan Syarif Qasim II inilah, ia menginginkan masjid ini, dapat dirawat oleh masyarakatnya sendiri.

    Karena sesuatu yang dibangun sendiri, akan dapat dirawat dan dijaga sebaik mungkin.

    Oleh karena itu pembangunan masjid ini selain menggunakan dana dari Kesultanan Siak, juga menggunakan sumbangan dari masyarakat.

    Dan pembangunannya dilakukan secara gotong royong, oleh masyarakat Siak sendiri.

    Karena kepemimpinannya dan kedekatannya dengan masjid inilah, Sultan Syarif Qasim II beserta istrinya dimakamkan di areal masjid ini.

    Awalnya masjid ini dibangun sejauh 100 meter dari tepi sungai Siak, namun karena proses erosi pada tepian sungai, jaraknya sekarang hanya 25 meter dari sungai Siak.